Pelaku usaha yang hendak mendaftarkan perusahaannya untuk memperoleh izin usaha melalui sistem OSS kemungkinan besar membutuhkan izin lingkungan. Izin tersebut akan dibebankan kepada pelaku usaha yang memerlukan prasarana.
Pada praktiknya, pelaku usaha akan dihadapkan pada kebutuhan akan prasarana. Adapun yang dimaksud dengan “prasarana” adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu usaha dan/atau kegiatan. Contoh prasarana antara lain adalah gedung, pabrik, unit pengolahan limbah, dan lahan.
Kebutuhan prasarana akan menyebabkan pelaku usaha untuk membangunnya sendiri. Jika ini yang terjadi, maka pelaku usaha kemudian menyatakan bahwa prasara yang digunakan merupakan tidak sewa pada kolom status bangunan usaha. Adapun izin yang dibutuhkan adalah izin usaha, izin komersial/operasional, IMB, izin lokasi, dan izin lingkungan (jika diperlukan).
Sementara itu, pelaku usaha yang tidak perlu membangun sendiri prasarana yang dibutuhkannya harus memilih pada kolom status bangunan usaha apakah prasara yang digunakan merupakan sewa atau tidak sewa. Pelaku usaha jenis ini akam membutuhkan izin berupa: izin usaha, izin komersial/operasional (jika diperlukan), izin lokasi (jika diperlukan) dan izin lingkungan (jika diperlukan). Izin lingkungan dari sistem OSS sendiri akan otomatis diberikan kepada pelaku usaha. Hanya saja, izin tersebut akan berlaku efektif setelah pelaku usaha memenuhi komitmen.
Bagaimana Jika Izin Lingkungan Dibutuhkan Pelaku Usaha?
Dalam PP 24/2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, yang dimaksud izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada Pelaku Usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Jika dilihat dari definisi di atas, izin lingkungan bisa berupa UKL-UPL atau Amdal.Adapun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Sementara itu, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Untuk mendapatkan izin lingkungan, pelaku usaha harus mengisi pernyataan komitmen untuk menyelesaikan UKL-UPL atau Amdal dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Tentu saja, pelaku usaha harus jeli melihat apakah jenis usaha yang dimilikinya masuk ke dalam kriteria wajib Amdal atau UKL-UPL.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada juga izin lingkungan jenis lain yaitu Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL). SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL. Yang patut diketahui adalah Permen LHK di atas merupakan peraturan pelaksanaan dari PP 24/2018 yang menjadi dasar aturan sistem OSS.
Meski sistem OSS bertujuan untuk mempermudah investasi, namun bukan berarti melupakan pentingnya perlindungan kepada lingkungan. Sebaliknya, hal ini tetap menjadi perhatian pemerintah karena berperan penting bagi kelangsungan hidup banyak pihak. Jadi, pelaku usaha harus tetap memenuhi komitmen yang dibutuhkan untuk mendapatkan izin lingkungan yang efektif.
Bagaimana Caranya Terbebas dari Komitmen Izin Lingkungan?
Dalam PP 24/2018, disebutkan bahwa ada 2 syarat agar pelaku usaha tidak perlu melakukan komitmen izin lingkungan. Adapun kedua syarat tersebut adalah:- lokasi usaha dan/atau kegiatan berada dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; atau
- usaha dan/atau kegiatan merupakan usaha mikro dan kecil, usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal, atau usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib memiliki UKL-UPL.
Melihat aturan dalam pasal 35 di atas, jika memungkinkan pilihlah lokasi usaha atau bisang usaha yang memenuhi kedua aturan dalam pasal tersebut. Hal ini tentu saja akan membebaskan pelaku usaha agar tidak perlu memenuhi komitmen izin lingkungan.
Untuk bidang usaha tertentu, pelaku usaha bisa juga menggunakan alamat co-working space atau virtual office. Artinya, alamat domisili perusahaan dalam dokumen legalnya akan menggunakan alamat co-working space atau virtual office. Selain tak usah pusing domisili, memakai alamat virtual office juga lebih terjangkau daripada menyewa kantor fisik.
Dengan menyewa virtual office, maka komitmen mungkin akan tetap ada kecuali lokasi virtual office tersebut berada di kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Jikapun tetap memerlukan pemenuhan komitmen, pelaku usaha hanya perlu meminta salinan dokumen izin lingkungan yang dimiliki oleh virtual office.
Referensi:
Peraturan Pemerintah No. 24/2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
Permen LHK No. 22/2018 Tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
SE PTSP DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tentang Penerbitan Surat Keterangan Domisili dan Izin-Izin Lanjutannya Bagi Pengguna Virtual Office.
Pedoman Perizinan Berusaha Melalui Sistem OSS untuk Pelaku Usaha.
Poin-poin Penting dalam Proses Pengajuan Izin Usaha Melalui OSS.
Mau Bikin Perusahaan di Co-Working Space? Pahami Dulu Aturan Mainnya.
